TVTOGEL — Anggota DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth, menilai dugaan pungutan liar (pungli) di kawasan Tebet Eco Park merupakan bentuk penyalahgunaan ruang publik yang bertentangan dengan tujuan awal pembangunan taman tersebut.
“Saya menanggapi serius laporan adanya pungutan sebesar Rp500 ribu yang diduga dilakukan oleh sebuah komunitas fotografer terhadap pengunjung di Tebet Eco Park,” ujar Kenneth di Jakarta, Rabu (22/10).
Menurutnya, tindakan seperti itu mencederai semangat pembangunan taman kota yang sejak awal dirancang sebagai ruang hijau terbuka, gratis, dan inklusif bagi seluruh warga tanpa diskriminasi.
“Kalau benar terjadi, itu jelas penyalahgunaan ruang publik. Tebet Eco Park dibangun agar bisa dinikmati semua kalangan tanpa harus membayar,” tegas anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta tersebut.
Kenneth juga menegaskan bahwa seluruh fasilitas di taman itu dibiayai melalui APBD DKI Jakarta, yang bersumber dari pajak masyarakat. Oleh karena itu, ruang publik tersebut tidak boleh dikomersialisasi secara sepihak oleh individu maupun komunitas mana pun.
“Taman itu dibangun dari uang rakyat. Jadi tidak boleh ada pihak yang memanfaatkan area publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok tanpa izin resmi,” tambahnya.
Ia menilai praktik pungli di ruang publik dapat menimbulkan kesan bahwa taman kota hanya bisa dinikmati mereka yang mampu membayar, padahal prinsip utama ruang publik adalah keadilan akses untuk semua warga.
Lebih lanjut, Kenneth menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) serta Unit Pengelola Kawasan Tebet Eco Park. Ia menilai kegiatan komersial di taman seharusnya diawasi secara ketat agar tidak membuka peluang terjadinya pungutan liar.
Karena itu, Kenneth mendorong Pemprov DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan praktik pungli tersebut.
“Pemerintah perlu menelusuri apakah benar ada pungutan, siapa yang terlibat, dan bagaimana mereka bisa beroperasi tanpa pengawasan. Kalau terbukti, harus ada sanksi tegas, baik secara administratif maupun hukum,” ujarnya.
Ia juga menyarankan agar Pemprov DKI menata ulang mekanisme perizinan kegiatan fotografi komersial di ruang publik, sehingga jelas batas antara aktivitas profesional dan kegiatan rekreasi masyarakat umum.