EPICTOTO — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memperdalam penyelidikan kasus yang melibatkan Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid. Fokus kali ini adalah pada dugaan penggeseran atau pengalihan anggaran yang ditentukan oleh Abdul Wahid untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Riau.
Untuk menguak praktik tersebut, KPK telah memanggil dan memeriksa empat orang saksi pada Kamis (4/12/2025). Keempat saksi tersebut adalah M Job Kurniawan (Asisten II Setdaprov Riau/Pj Sekda 2025), M Taufiq Oesman Hamid (Kadis Perindustrian/Plt Sekda), Yandharmadi (Kabiro Hukum/Plt Inspektorat Provinsi Riau), dan Syarkawi (ASN Dinas PUPR Riau).
“Para saksi diperdalam keterangannya oleh penyidik terkait dengan penggeseran anggaran untuk UPT Dinas PUPR yang ditentukan oleh sang Gubernur,” jelas Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulisnya.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK, yang kemudian menjerat Abdul Wahid sebagai tersangka. Dua orang lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah Muhammad Arief Setiawan selaku Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau dan Dani M. Nursalam yang berperan sebagai Tenaga Ahli Gubernur.
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa Abdul Wahid—yang diwakili oleh Muhammad Arief Setiawan—diduga melakukan pemerasan dengan mengancam akan mencopot jabatan para Kepala UPT Dinas PUPR-PKPP. Ancaman itu dikeluarkan jika para pejabat tersebut tidak bersedia memberikan ‘jatah’ atau fee sebesar 5 persen dari penambahan anggaran tahun 2025.
Total fee yang diminta mencapai sekitar Rp7 miliar, bersumber dari anggaran tambahan yang dialokasikan untuk UPT Jalan dan Jembatan di enam wilayah kerja Dinas PUPR PKPP. Kesepakatan pemberian fee ini kemudian disetujui dan diberi kode ‘7 batang’.
Berdasarkan catatan KPK, setoran fee tersebut dilakukan dalam tiga tahap. Setoran pertama pada Juni 2025 berjumlah Rp1,6 miliar, dilanjutkan Rp1,2 miliar pada Agustus 2025, dan terakhir Rp1,25 miliar pada November 2025. Dengan demikian, total uang yang sudah disetorkan dalam periode Juni hingga November 2025 mencapai Rp4,05 miliar, atau masih di bawah target Rp7 miliar yang disepakati.
Pemeriksaan terhadap empat saksi ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk melengkapi bukti dan mengungkap alur dana secara lebih detail. Kasus ini menyoroti kerentanan pengelolaan anggaran daerah dan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap proses alokasi dan pergeseran dana di lingkungan pemerintah daerah.