TVTOGEL — Kalau logam bisa bercerita, mungkin nikel akan tersenyum getir mengingat masa lalunya. Berabad-abad lalu, ia cuma dianggap batu pengganggu yang membuat para penambang tembaga di Eropa frustrasi. Mereka bahkan menamainya kupfernickel, yang berarti “tembaga iblis”.
Namun, nasib nikel berubah drastis. Dari logam yang diremehkan, kini ia menjelma menjadi komoditas strategis di tengah transisi energi global. Di era kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), nikel menjadi bahan baku vital untuk menciptakan masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Dari Logam Terlupakan Jadi Bintang Industri Global
Kisah nikel dimulai pada tahun 1751 ketika ilmuwan Swedia, Axel Fredrik Cronstedt, berhasil mengekstrak logam berwarna perak dari batuan yang gagal diolah menjadi tembaga. Sejak saat itu, nikel menjadi bahan penting di berbagai sektor industri — mulai dari baja tahan karat, rel kereta api, hingga pesawat tempur.
Namun, perubahan besar justru datang bukan dari dunia industri berat, melainkan dari revolusi energi bersih. Dunia mulai beralih dari bahan bakar fosil menuju sumber energi ramah lingkungan, dan kendaraan listrik menjadi simbol utama pergeseran itu.
Ledakan Kendaraan Listrik dan Kebutuhan Nikel yang Tak Terbendung
Dalam dua dekade terakhir, dunia menyaksikan fenomena yang disebut EV boom — lonjakan besar permintaan kendaraan listrik di berbagai negara. Pemerintah di seluruh dunia berlomba mencapai target zero emission, sementara harga baterai lithium-ion terus menurun, membuat mobil listrik semakin terjangkau.
Menurut laporan BloombergNEF’s Electric Vehicles Outlook 2025, penjualan kendaraan listrik tahun ini mencapai 22 juta unit, meningkat 25 persen dibanding tahun sebelumnya. China memimpin pasar global dengan dua pertiga penjualan, disusul Eropa (17 persen) dan Amerika Serikat (7 persen).
Kunci dari keberhasilan teknologi EV terletak pada baterainya — dan di sanalah nikel memainkan peran penting. Logam ini digunakan di katoda baterai jenis NCM (Nickel–Cobalt–Manganese) dan NCA (Nickel–Cobalt–Aluminium), yang banyak digunakan oleh produsen besar seperti Tesla. Kandungan nikel yang tinggi membuat baterai mampu menyimpan energi lebih besar dan meningkatkan jarak tempuh kendaraan.
Rata-rata, satu mobil listrik membutuhkan 25–40 kilogram nikel. Maka, tidak mengherankan bila International Energy Agency (IEA) memprediksi permintaan global terhadap nikel akan melonjak dari 3,3 juta ton (2023) menjadi 6,2 juta ton pada 2040.
Indonesia: Pemain Kunci dalam Pasar Nikel Dunia
Kenaikan permintaan global ini menjadi berkah besar bagi Indonesia. Negara ini kini berada di posisi strategis sebagai produsen dan pemilik cadangan nikel terbesar di dunia.
Data IEA (2024) mencatat bahwa Indonesia menyumbang hingga 62 persen produksi nikel dunia dan 44 persen kapasitas pemurniannya pada 2030 nanti. Sementara itu, U.S. Geological Survey (2025) memperkirakan cadangan nikel Indonesia mencapai 55 juta ton, sebagian besar tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.
Selama bertahun-tahun, Indonesia hanya mengekspor bijih nikel mentah ke negara lain seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan tanpa nilai tambah yang signifikan. Namun, sejak kebijakan hilirisasi nikel diberlakukan pada Januari 2020, pemerintah mulai mendorong industrialisasi menyeluruh — dari penambangan hingga produksi baterai EV di dalam negeri.
Momentum Industrialisasi dan Energi Hijau
Kebijakan hilirisasi ini bukan sekadar larangan ekspor mentah, tapi langkah strategis untuk menempatkan Indonesia di rantai pasok global energi hijau. Dengan mendorong investasi di sektor smelter, pengolahan nikel, dan industri baterai, Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan mentah, tapi juga pemain utama dalam ekosistem kendaraan listrik dunia.
Selain itu, penggunaan nikel bersih atau clean nickel kini menjadi fokus utama. Produksi nikel ramah lingkungan diharapkan dapat menekan emisi karbon dari proses penambangan dan pemurnian, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam upaya global menuju net-zero emission.
Kesimpulan: Nikel dan Masa Depan Energi Dunia
Dari logam yang dulu diremehkan hingga kini menjadi aset strategis dunia, perjalanan nikel mencerminkan perubahan besar dalam sejarah energi global.
Dengan cadangan melimpah dan kebijakan industrialisasi yang kuat, Indonesia punya peluang besar menjadi pusat produksi nikel bersih dan komponen baterai EV dunia. Jika dikelola dengan berkelanjutan, nikel bukan hanya membawa keuntungan ekonomi, tapi juga menjadikan Indonesia bagian penting dari revolusi energi hijau planet ini.