Bocoran SDY — Data terbaru dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkap tren yang mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2025, organisasi ini mencatat terjadinya 60 kasus kekerasan di satuan pendidikan, yang melibatkan 358 korban dan 126 pelaku. Angka ini menunjukkan peningkatan tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
“Jumlah ini naik signifikan dibanding 2024 yang hanya 36 kasus dan 2023 yang hanya 15 kasus,” ujar Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, dalam pernyataan tertulis yang dirilis bertepatan dengan Hari HAM Sedunia, Rabu (10/12/2025).
Data yang dihimpun dari kanal pengaduan dan pemberitaan media ini mengklasifikasikan kekerasan berdasarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023.
Kekerasan Fisik dan Seksual Masih Mendominasi
Analisis FSGI menunjukkan kekerasan fisik masih menjadi jenis yang paling banyak terjadi, menyumbang 45 persen dari total kasus atau setara dengan 27 insiden. Kekerasan ini merenggut nyawa delapan korban yang berusia antara 8 hingga 17 tahun.
Di posisi kedua, kekerasan seksual mencakup 28,33 persen kasus (17 insiden) dengan 127 korban. Salah satu kasus yang tercatat bahkan melibatkan seorang guru perempuan sebagai pelaku terhadap siswanya yang berusia 16 tahun.
Dampak Psikologis yang Fatal dan Ragam Pelaku
Kekerasan psikis, meski jumlah kasusnya delapan, memiliki dampak yang sangat serius. FSGI mencatat tiga korban memutuskan untuk bunuh diri akibat depresi berkepanjangan yang dialaminya.
Yang tak kalah memprihatinkan, kasus kekerasan terjadi di hampir semua jenjang pendidikan, dengan Sekolah Dasar (SD) mencatatkan angka tertinggi sebanyak 18 kasus (30%). Para pelaku berasal dari beragam unsur, didominasi oleh siswa sendiri (41,67%), diikuti oleh guru (25%) dan kepala sekolah (13,33%).
“Biasanya kekerasan oleh siswa berawal dari perundungan yang berulang. Karena korban diam, pelaku kemudian meningkatkannya secara bertahap dan perilaku itu diikuti teman-temannya,” jelas Ketua Umum FSGI, Fahriza Marta Tanjung, menggambarkan pola yang kerap terjadi.
Seruan untuk Sistem Pencegahan dan Penanganan yang Lebih Kuat
Menyikapi temuan ini, FSGI mendesak semua pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah dan satuan pendidikan, untuk secara konsisten menerapkan langkah-langkah pencegahan dan penanganan sesuai aturan yang berlaku.
Beberapa rekomendasi kunci yang diajukan antara lain: transparansi dalam menangani kasus tanpa menutupinya, revisi tata tertib sekolah, pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK), serta penyediaan kanal pengaduan yang aman dan mudah diakses.
“Intinya, sekolah yang aman bukanlah sekolah tanpa kasus, tetapi sekolah yang memiliki sistem yang responsif dan efektif menangani kekerasan sesuai prosedur ketika insiden terjadi,” pungkas Retno Listyarti.
Laporan FSGI ini menjadi pengingat keras bahwa upaya menciptakan lingkungan belajar yang benar-benar aman dan nyaman bagi semua pihak masih membutuhkan komitmen dan aksi yang lebih serius dan terstruktur.