TVTOGELPemerintah sedang menggodok kebijakan pemutihan atau penghapusan tunggakan iuran bagi peserta BPJS Kesehatan. Rencana ini ditujukan untuk membantu masyarakat yang kesulitan membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), terutama dari kalangan tidak mampu.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menyambut positif perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan program JKN. Sebagai lembaga publik yang ditugaskan mengelola sistem jaminan kesehatan nasional, BPJS Kesehatan menyatakan siap melaksanakan kebijakan tersebut setelah ada landasan hukum yang jelas.

“Sampai saat ini belum ada regulasi yang mengatur secara resmi mekanisme penghapusan tunggakan iuran JKN,” jelas Rizzky, Jumat (17/10).

Menurutnya, peserta dari segmen Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang berstatus nonaktif kini dialihkan menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), baik dari pemerintah pusat maupun daerah. Namun, selama belum ada regulasi baru, tunggakan iuran lama tetap tercatat sebagai utang peserta.


Rencana Pemutihan Masih Dibahas

Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, mengatakan bahwa pembahasan teknis mengenai pemutihan tunggakan masih berlangsung. “Teknisnya sedang difinalisasi, nanti akan kami umumkan,” ujar Cak Imin, Kamis (16/10/2025).

Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyebut nilai tunggakan yang dipertimbangkan untuk dihapus mencapai Rp7,69 triliun. Namun, kebijakan ini tidak akan berlaku bagi seluruh peserta, melainkan hanya untuk kelompok tertentu yang dinilai tidak mampu melunasi tunggakan lama mereka.

“Sebagian besar tunggakan ini berasal dari peserta sektor informal yang sudah lama tidak aktif dan kini masuk kategori Penerima Bantuan Iuran,” jelas Ghufron.


Suara Peserta: Antara Harapan dan Kekhawatiran

Bagi masyarakat, rencana ini membawa angin segar. Acih (33), warga Bogor, misalnya, berharap kebijakan pemutihan bisa membantu dirinya mengaktifkan kembali kepesertaan BPJS Kesehatan yang sempat nonaktif karena tunggakan.

“Kalau utangnya bisa dihapus, saya bisa aktif lagi jadi peserta,” ujarnya.

Namun, ada juga peserta seperti Novesal (27) yang baru saja melunasi tunggakan hampir Rp2 juta. Ia berharap program pemutihan bisa dilakukan secara adil agar tidak merugikan peserta yang sudah disiplin membayar.


Tantangan: Akurasi Data dan Keadilan Sosial

Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo, menilai rencana ini patut diapresiasi karena membuka akses kesehatan bagi masyarakat kurang mampu. “Ini momentum penting agar peserta lama bisa kembali aktif tanpa terbebani utang,” ujarnya.

Sementara itu, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahesa Paranadipa Maykel, menilai kebijakan ini strategis untuk mempercepat tercapainya Universal Health Coverage (UHC). Namun, ia mengingatkan bahwa akurasi data menjadi kunci utama agar kebijakan ini tidak disalahgunakan.

“Pemutihan harus selektif, berbasis data, dan tidak membebani sistem BPJS setelah dijalankan,” kata Mahesa.


Langkah yang Harus Diperhatikan Pemerintah

Agar kebijakan ini berjalan efektif dan adil, Mahesa menekankan pentingnya tiga hal:

  1. Seleksi ketat penerima manfaat. Pemutihan hanya untuk peserta yang benar-benar tidak mampu.
  2. Kebijakan bersifat satu kali (once in a lifetime). Setelahnya, peserta wajib kembali aktif membayar iuran.
  3. Penegakan disiplin pembayaran. BPJS dan pemerintah harus memastikan kepatuhan setelah pemutihan selesai.

Menjaga Keberlanjutan Program JKN

Rizzky menegaskan bahwa BPJS Kesehatan bukan lembaga sosial, melainkan badan hukum publik yang menjalankan sistem asuransi sosial. “Program JKN berlandaskan gotong royong, jadi kesadaran peserta untuk rutin membayar iuran sangat penting agar sistem tetap berkelanjutan,” ujarnya.

Hingga pertengahan 2025, tingkat kepatuhan peserta mandiri membayar iuran mencapai hampir 90 persen. Namun, masih ada sekitar 15 juta peserta nonaktif, sebagian besar dari kalangan pekerja informal.

By admin